HABIBALI KWITANG, NU, BANSER DAN BETAWI. Ribuan manusia memadati area Kwitang pada Rabu-Kamis 13-14 Desember 2017 untuk menghadiri Majelis Rauhah, Ziarah Kubro dan Maulid Nabi Muhammad SAW di Majelis Taklim Habib Ali Al Habsyi Kwitang Jakarta Pusat. Kegiatan yang digelar setiap tahun di akhir Kamis bulan Rabiul Awal itu memang selalu dihadiri
– Habib Ali Kwitang Al-Habsy merupakan tokoh penting dalam jejaring habaib pada akhir abad ke-19 dan paruh pertama abad ke-20. Hampir seluruh jejaring habaib di Nusantara dan Haramain terkoneksi dengannya, bahkan ia juga menghubungkan generasi sebelumnya dengan generasi setelahnya, juga antara ulama pribumi dan ulama pada tanggal 20 Jumadil Awal 1286 H/ 20 April 1870 M dan wafat Ahad 20 Rajab 1388 H/ 13 Oktober 1968 M dan dimakamkan di Komplek Masjid Kwitang. Ayahnya, Habib Abdurrahman wafat pada tahun 1881 M dan dimakamkan di Cikini, belakang Taman Ismail Habib Abdullah bin Muhammad bin Husain al-Habsyi, dilahirkan di Pontianak, Kalimantan Barat. Beliau datang dari Hadramaut, bermukim di Pontianak dan mendirikan Kesultanan Hasyimiyah dengan para Sultan dari Klan Algadri. Habib Ali Kwitang nyantri ke Hadramaut Yaman di rubath Habib Abdurrahman bin Alwi al- tahun 1303 H/ 1886 M kembali ke tanah air, beliau juga berguru kepada para alim ulama yang ada di Indonesia saat itu, diantaranya Habib Muhammad bin Thohir al-Haddad Tegal, Habib Muhammad bin Idrus al-Habsy Surabaya, Habib Abdullah bin Muhsin al-Aththas Bogor dan beliau nyantri lagi ke Makkah dan mendapatkan ijazah dari ulama di Makkah, diantaranya Imam Muhammad bin Husain al-Habsyi Mufti Makkah, Syekh Muhammad Said Babsail Pengarang Kitab I’anatuth Tholibin dan di kota Madinah beliau nyantri kepada Habib Ali bin Ali al-Habsyi, Habib Abdullah Jamalullail Syekh Al-Asaadah, Syekh Sulaiman bin Muhammad al-Zabi anak dari pengarang kitab Maulid ke tanah air, Habib Ali Kwitang membuka pengajian tetap di Majelis Taklim Kwitang dan di tempat lainnya di seluruh Indonesia, hingga ke desa-desa yang terpencil di lereng-lereng gunung serta ke Singapura, Malaysia, India, Pakistan, Srilanka dan tahun 1940-an, beliau mendirikan Masjid ar-Riyadh di Kwitang dan di samping masjid tersebut didirikannya sebuah madrasah yang diberi nama Madrasah Unwanul Falah. Sejak tahun 1919 M, beliau mendapat mandat untuk mensyiarkan Maulid Simthud Duror dari gurunya, Habib Muhammad bin Idrus ulama Betawi atau Jakarta yang pernah menjadi muridnya atau pernah belajar di madrasah yang didirikannya, diantaranya KH. Abdullah Syafi’I pendiri Pesantren Assyafi’iyah, KH. Thahir Rohili pendiri Pesantren Atthohiriyah, KH. Muhammad Na’im Cipete, KH. Muhajirin Cililitan dan KemerdekaanPada era pergerakan nasional, seperti guru Sayyid Usman Yahya, Habib Ali Kwitang juga seorang tokoh politik dan pejuang kemerdekaan, yaitu aktif di Partai Syarikat Islam pimpinan HOS Cokroaminoto dan Haji Agus di zaman pendudukan Jepang ia pernah dipenjara bersama Haji Agus Salim. Pada saat pemilu 1955, Habib Ali Kwitang kendati tidak memperlihatkan berpihak pada salah satu partai dan tidak pernah mengemukakan pilihannya pada orang lain tetapi ia lebih dekat dengan Nahdlatul Ulama NU.Ketika NU mengadakan Muktamar di Gedung Olahraga Lapangan Ikada Monas Jakarta, Habib Ali diminta membaca doa. Beliau juga banyak memiliki murid-murid orang NU, termasuk Ketua Umumnya saat itu KH. Idham Chalid yang kerap kali datang ke Ali Kwitang juga sempat menulis beberapa kitab, diantaranya Al-Azhar al-Wardhiyyah fi as-Shuurah an-Nabawiyyah dan Ad-Durar fi ash-Shalawat ala Khair Ali Kwitang tidak sendiri dalam gerakan anti kolonial, ia senantiasa ditemani Habib Ali Bungur dan Habib Salim Jindan. Habib Ali Bungur selalu mengobarkan semangat Jihad melawan penjajah dan selalu mengorbankan semangat anti penjajah dengan membawakan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang menganjurkan melawan penjajah. Katanya, “Penjajah adalah penindas, kafir dan wajib diperangi”.Pada masa pemberontakan PKI ia selalu mengatakan bahwa “PKI dan Komunis akan lenyap dari bumi Indonesia dan rakyat akan selalu melawan kekuatan atheis. Ini berkah perjuangan para ulama dan auliya yang jasadnya bertebaran di seluruh nusantara”.Ia mendukung terbentuknya Negara Indonesia yang Bersatu, utuh serta berdaulat, tidak segan-segan menegur para pejabat yang mendatanginya dan selalu menyampaikan agar jurang antara pemimpin da rakyat dihilangkan dan rakyat mesti dicintai”.Sumber Masterpiece Islam Nusantara, sanad dan jejaring ulama-santri 1830-1945 – Zainul Milal Bizawie
MasjidKwitang merupakan tempat Habib Ali berdakwah. Awalnya hanya berupa surau dengan desain rumah panggung, kini menjadi bangunan masjid dua lantai yang berdiri di atas lahan seluas 1.000 meter persegi. Masjid ini diresmikan oleh Presiden Soekarno dan namanya diubah menjadi Khuwatul Ummah artinya kekuatan umat.
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID ONGuistEkzbCgrWBS5b0kUpBRK_PGgGowzDc7-pfPr4coXFb6cgrKw==
Awalmula perkembangannya pun tak lepas dari peran Habib Ali Alhabsyi bin Abdurrahman Alhabsyi atau yang sering dikenal dengan nama Habib Ali Kwitang. Ia merupakan salah satu tokoh penting dalam syiar agama Islam di Jakarta. Pengelola Masjid Al-Riyadh, Ustaz Rofiq menerangkan, di lokasi inilah, Habib Ali mendidik murid-muridnya.
JAKARTA- Presiden Pertama Indonesia, Ir. Soekarno disebut pernah bersembunyi di Masjid Al-Riyadh Kwitang bersama Habib Ali. Terutama saat zaman penjajahan Belanda. Masjid Al-Riyadh tercatat sebagai nadi pergerakan dakwah di tanah batavia. Tokoh nasional seperti Asyari, KH Ahmad Dahlan, dan Presiden Soekarno pernah singgah di masjid yang didirikan olehHabib Ali Al Habsyi. Habib Ali disebut pernah membantu Bung Karno untuk bersembunyi. "Menurut kisah, berbulan-bulan Bung Karno di sini. Sebagai persembunyian dari Belanda," ujarseorang pengurus masjid kepada Tribun Network. Menurut informasi yang dihimpun, Bung Karno sempat 'nyantri' dengan Habib Ali atas usulan M. HusniThamrin. Bedug di Masjid Jami Al Riyadh, Kwitang, Jakarta Pusat, Selasa 19/5/2020. Masjid Jami Al Riyadh Kwitang didirikan oleh Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi pada tahun 1887. Tribunnews/Jeprima Tribunnews/Jeprima Tujuannya untuk menghindari ancaman Jepang dan Belanda. Pada saat itu Habib Ali dihormatioleh penjajah. "Habib Ali juga berperan sebagai teman berbincang Bung Karno," tuturnya. Dalam buku Sumur yang tak Pernah Kering disebutkan salah satu ulama yang berperan penting dalampenyebaran Islam di Betawi adalah Habib Ali Alhabsyi 1870-1968 di Kwitang. Selama hidupnya, Habib Ali kerap berdakwah di tengah ribuan orang yang haus akan spiritual. Beliauadalah pendiri dan pimpinan pertama Majelis Taklim Habib Ali Alhabsyi. Habib Ali banyak memberikan sumbangan pemikiran bagi kemajuan umat, bangsa, dan negara. Diatampil sebagai cendekiawan yang tidak hanya dikenal di Indonesia, tapi juga di mancanegara. Sumur Tak Pernah Kering Seorang pengurus bercerita, Habib Ali, membuat sumur di area masjid. Sumur dibuat oleh Habib Aliguna sebagai air bersuci atau berwudu. Sumur dipercaya berisi 'air syifa' yang berarti dapat menyembuhkan suatu penyakit. "Tapi begini, air syifa ini sebagai perantara saja. Selebihnya wajib meminta sama Allah. Karena pesanHabib Ali harus berdoa hanya kepada Allah. Air syifa cuma perantara ya," ucapnya. Berdasarkanpenuturan Ketua Umum Rabithah Alawiyah Habib Zein bin Umar Sumaith, Presiden Soekarno sebelum memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, terlebih dulu menemui Habib Ali Kwitang untuk meminta pendapat mengenai tanggal dan waktu yang tepat untuk membacakan proklamasi. JAKARTA - Sebagai pewaris para nabi, ulama memiliki tugas untuk menyiarkan agama Islam. Ke hidupannya dibaktikan untuk menyampaikan pesan takwa kepada masyarakat. Sehingga, mereka memahami kebaikan dan keburukan. Dakwahnya menginspirasi masyarakat sekitar, menanamkan akhlak, ilmu, dan iman. Karena itu, para ulama telah banyak berperan dalam menyebarkan syiar Islam di belahan nusantara, termasuk di kalangan masyarakat Betawi di Ibu Kota Jakarta. Salah satu ulama yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Betawi adalah Habib Ali Alhabsyi 1870-1968 di Kwitang. Selama hidupnya, Habib Ali kerap berdakwah di tengah ribuan orang yang haus akan spiritual. Beliau adalah pendiri dan pimpinan pertama Majelis Taklim Habib Ali Alhabsyi. Dalam buku Sumur yang tak Pernah Kering dijelaskan, sang alim telah banyak memberikan sumbangan pemikiran bagi kemajuan umat, bangsa, dan negara. Dia tampil sebagai cendekiawan yang tidak hanya dikenal di Indonesia, tapi juga di mancanegara. Kelahiran Nama lengkapnya adalah Ali bin Abdur rahman bin Abdullah bin Muhammad bin Husein Alhabsyi. Ulama keturunan Nabi Muhammad ini lahir pada 20 April 1869 M di Kampung Kwitang, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Habib Ali lahir dari pasangan Habib Abdurrahman dan Nyai Salmah, seorang putri kelahiran Meester Cornelis atau kawasan Jatinegara. Ayahnya, Habib Abdurrahman merupakan sahabat Habib Syekh bin Ahmad Bafaqih, seorang wali kutub yang dimakamkan di perkuburan Boyo Putih, Surabaya. Selain itu, Habib Abdurrahman juga merupakan sahabat sekaligus ipar dari Raden Saleh 1816-1880 M. Setelah bertahun-tahun menikah, Habib Abdurrahman dan Nyai Salmah belum juga diberi keturunan. Pada suatu waktu, Nyai Salmah kemudian bermimpi menggali sumur yang airnya melimpah ruah hingga membanjiri sekelilingnya. Lalu, diceritakanlah mimpi itu kepada sang suami. Setelah mendengar mimpi istrinya itu, Habib Abdurrahman langsung menceritakannya kepada Habib Syekh bin Ahmad Bafaqih. Kemudian, Habib Syekh menjelaskan, mimpi tersebut sebagai tanda akan la hirnya seorang putra yang saleh dan ilmunya akan melimpah ruah berikut keberkahannya. Tak lama kemudian, mimpi tersebut men jadi kenyataan. Nyai Salmah mengandung dan lahirlah seorang putra yang kelak akan menjadi tokoh berpengaruh, yaitu Habib Ali bin Adurrahman Alhabsyi. Habib Ali memiliki adik kandung bernama Habib Abdul Qadir Alhabsyi. Pada 1881, Habib Abdurrahman dipanggil oleh Allah. Saat itu Habib Ali baru menginjak usia 12 tahun. Sebelum wafat, Habib Abdurrahman sempat berwasiat kepada Nyai Salmah agar Habib Ali disekolahkan ke Hadramaut dan Makkah. Untuk mengirim putranya ke luar negeri, tentu membutuhkan biaya yang cukup be sar. Namun, Nyai Salmah tetap menunaikan wasiat dari suaminya tersebut. Untuk memberangkatkan Habib Ali ke Hadramaut, Nyai Salmah sampai menjual gelang perhiasan satu-satunya. Masa belajar Di usianya yang masih 12 tahun, Habib Ali pun berangkat ke Hadramaut atau Yaman Selatan. Kota pertama yang dikunjunginya adalah Sewun untuk berguru kepada Habib Abdurrahman bin Alwi al- Alaydrus. Saat di Hadramaut, Habib Alhabsyi tidak menyia-nyiakan waktu mudanya untuk menuntut ilmu. Berbagai tradisi keilmuan dilahapnya, seperti fikih, tafsir, sejarah, dan banyak lagi. Di samping itu, Habib Ali juga bekerja sebagai buruh penggembala kambing untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dia berguru kepada seorang alim besar di Kota Boor, Habib Hasan bin Ahmad Alaydrus. Selain itu, Habib Ali juga belajar kepada cendekiawan yang buta, yaitu Habib Ahmad bi Hasan Alatas di Kota Huraidhoh. Banyak guru-guru lainnya yang mendidik Habib Ali selama di Hadramaut. Setelah belajar di Hadramaut, Habib Ali Kwitang kemudian melanjutkan pencarian ilmunya ke Tanah Suci Makkah dan Madinah. Di dua kota ini, dia belajar agama ke pada Mufti Makkah Imam Habib Husein bin Muhammad Alhabsyi, dan sejumlah ulama besar. Sebagai pencari ilmu, Habib Ali Kwitang tergolong murid yang cerdas. Dia memiliki kemampuan menghafal yang sa ngat tinggi. Setelah delapan tahun menun tut ilmu di Hadramaut dan Makkah, Habib Ali pun kembali ke Tanah Air untuk memulai tugas keulamaan, tepatnya pada 1889 M. Setiba di Tanah Air, Habib Ali Kwitang kembali menuntut ilmu kepada sejumlah ulama sehingga ilmu agama yang didapatkan dari luar dapat disesuaikan dengan kekhasan Islam yang ada di nusantara. Guru-gurunya di nusantara antara lain Habib Husein bin Muchsin Alatas dan Habib Usman bin Yahya, seorang Mufti yang berada di Jakarta. Habib Ali Kwitang juga menimba ilmu kepada sejumlah habib terkenal yang ada di Bogor, Pekalongan, Surabaya, Bangil, dan Bondowoso. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
FauzNoor Zaman kembali menyapa kita dengan Novel Sejarah, kali ini datang dengan Novel Pembuka Hidayah : Biografi Uwa Ajengan Jilid 2 dan langsung membuka order online di Momen Hari Santri Nasional 22 Oktober 2021, tidak saya tunda lagi untuk segera pesan. Saya merasa bersalah karena telat membaca buku ini, padahal buku ini sudah ada di rumah
Home Dunia Islam Kamis, 12 Agustus 2021 - 1825 WIBloading... Menara dan Masjid Jami Kwitang Djakarta 1947, Senen, Jakarta Pusat, photographer Cas Oorthuys. Masjid ini adalah saksi sejarah kedekatan Presiden Soekarno dengan tokoh ulama Habib Ali-Habsyi. Foto/Koleksi Nederland Fotomuseum A A A Tak berlebihan kiranya jika kita mengagumi sosok Presiden RI Pertama Ir Soekarno. Kedekatannya dengan ulama Zurriyah Nabi, Habib Ali Bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Jakarta menjadi berkah tersendiri bagi beliau dan juga bangsa Indonesia. Ada banyak referensi yang membuktikan bahwa Soekarno cukup dekat dengan tokoh habaib yang sangat dihormati di masa Soekarno itu. Bahkan, ulama keturunanan Nabi ini punya sumbangsih besar dalam penetapan hari dan waktu proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Baca Juga Sejarah dan Jejak Soekarno di Masjid KwitangSelaku pemimpin bangsa, Soekarno merangkul dan menghormati Habib Ali sebagai ulama yang patut dimintai fatwa dan nasihatnya. Betapa berkahnya sebuah bangsa tatkala pemimpin umaro dan ulama bergandengan tangan. Untuk diketahui, Masjid Kwitang pernah menjadi tempat sholat Soekarno dan para Founding Fathers bapak pendiri bangsa bersama Habib Ali Al-Habsyi. Bahkan disebutkan bahwa Bung Karno pernah bersembunyi di masjid ini ketika masa penjajahan Kwitang kini dikenal dengan Masjid Al Riyadh yang berlokasi di Jalan Kembang IV, Kwitang, Jakarta Pusat. Masjid ini sangat terkenal karena menyimpan banyak sejarah sebelum kemerdekaan Indonesia. Di areal masjid ini juga Habib Ali Bin Abdurachman Bin Abdullah Al Habsyi dimakamkan dan hingga kini selalu ramai Kwitang merupakan tempat Habib Ali berdakwah. Awalnya hanya berupa surau dengan desain rumah panggung, kini menjadi bangunan masjid dua lantai yang berdiri di atas lahan seluas meter ini diresmikan oleh Presiden Soekarno dan namanya diubah menjadi Khuwatul Ummah artinya kekuatan umat. Karena situasinya pada saat itu bangsa Indonesia sedang menjaga Al-Riyadh hanya ada tiga di dunia. Pertama, ada di Hadhramaut, Yaman. Dua lagi ada di Indonesia yaitu di Kwitang dan di Kota Solo tepatnya di Pasar Anto Djibril membenarkan kedekatan Soekarno dengan Habib Ali Habsyi. Dalam referensi yang dikumpulkannya dalam arsip Pustaka Lutfiyah diabadikan beberapa momen saat Soekarno dan para pemimpin Indonesia sholat Jumat bersama Habib Ali-Habsyi pada Tahun 1942. Baca Juga Bersambung!rhs habib ali bin abdurrahman alhabsyi sejarah kemerdekaan presiden soekarno hut ri ke 76 indonesia tangguh Artikel Terkini More 14 menit yang lalu 1 jam yang lalu 2 jam yang lalu 3 jam yang lalu 4 jam yang lalu 5 jam yang lalu

Presiden RI ke-6, yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono yang melayat Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Ali Al Habsyi punya kenangan tersendiri terhadap sosok beliau. SBY menganggap Habib Kwitang sebagai ulama besar sekaligus guru. Kenangan saya banyak sekali. Almarhum ini ulama besar, tokoh Islam yang tekun.

Kemerdekaan Indonesia adalah hadiah besar atas jerih payah segala perjuangan para pahlawan dan rakyat indonesia melawan kejahatan para penjajah. Begitu banyak dan panjang rangkaian sejarah Kemerdekaan Indonesia. Tentu momen yang paling bersejarah adalah saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari jerih payah perjuangan para Bapak Bangsa. Diantara sejarah panjang Proklamasi, ternyata ada sejarah yang banyak tidak diketahui oleh rakyat Indonesia. Pasalnya sejarah ini tidak dibukukan dan tidak diajarkan di sekolah-sekolah. Misalnya tentang peran tokoh agama, ulama, kyai, atau habaib dalam sejarah panjang satu tokoh yang ikut berperan dalam jalan panjang Proklamasi Kemerdekaan adalah Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi Kwitang. Habib Ali Kwitang merupakan tokoh penentu hari dan waktu Proklamasi Kemerdekaan. Ini bisa terjadi karena kedekatan beliau dengan tokoh Proklamator utama, yaitu Ir. Soekarno atau lebih dikenal dengan panggilan Bung Ir. Soekarno bebas dari penjara Sukamiskin, beliau dijemput oleh sanak saudara dan sahabat setia beliau. Diantara dari mereka adalah M. Husni Thamrin, yang waktu itu beliau mengajak Bung Karno untuk tinggal di Batavia atau Jakarta. Saat Bung Karno tiba di Batavia, beliau diajak oleh Husni Thamrin untuk menemui Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi di Kampung Kwitang. Di Kwitang, Bung Karno tinggal selama empat bulan dengan mendapatkan nasihat dan ikut pengajian Habib Ali Kwitang, baik di rumah maupun di Masjid hari, saat Bung Karno sedang mengikuti pengajian Habib Ali Kwitang di masjid, Husni Thamrin datang untuk menjemput Bung Karno guna menghadiri pertemuan dengan masyarakat Batavia. Kemudian Bung Karno meminta izin kepada Habib Ali Kwitang untuk menghadiri acara tersebut, dan Habib Ali Kwitang pun mempersilahkannya. Dengan masih mengenakan sarung, Bung Karno pun menghadiri pertemuan tersebut dengan didampingi oleh M. Husni Thamrin. Inilah yang menjadi permulaan dekatnya seorang Bung Karno dengan Habib Ali Al Habsyi waktu itu ada perundingan antara Golongan Tua dan Golongan Muda dalam merumuskan dan menyusun teks Proklamasi yang berlangsung sejak pukul 2 dini hari hingga pukul 4 menjelang waktu sahur. Teks Proklamasi ditulis di ruang makan Laksamana Tadashi Maida di Jalan Imam Imam Bonjol. Setelah sahur dan sesudah adzan shubuh, Bung Karno menyempatkan diri untuk datang ke Kwitang dengan menyamar untuk menemui Habib Ali Al Habsyi Kwitang guna memohon doa restu bahwasannya besoknya akan diadakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada hari Jum’at, 17 Agustus 1945 Masehi bertepatan dengan tanggal 9 Ramadhan 1364 Hijriyah pukul 10 siang, dibacakanlah teks Proklamasi oleh Bung Ali bin Abdurrahman Al Habsyi adalah salah seorang tokoh penyiar agama Islam terdepan di Jakarta pada abad 20. Beliau juga pendiri dan pimpinan pertama pengajian Majelis Taklim Kwitang yang merupakan satu cikal-bakal organisasi-organisasi keagaaman lainnya di Ali Kwitang lahir dari pasangan Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi dan Salmah. Ayahnya adalah seorang ulama dan da'i keturunan arab sayyid keturunan Rasulullah SAW yang hidup zuhud. Sementara ibunya adalah seorang wanita sholehah puteri seorang ulama Betawi dari Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur. Ayah beliau wafat saat Habib Ali Kwitang masih di usia kecil. Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi lahir di Jakarta, pada 20 April 1870 dan meninggal di Jakarta, pada 13 Oktober 1968 di umur 98 Foto di
. 291 69 178 152 328 85 433 137

habib ali kwitang dan soekarno